KORAN-PIKIRAN RAKYAT –
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan berhasil mengungkap empat kasus produksi dan peredaran beras yang tidak sesuai dengan klaim mutu kemasan. Praktik curang ini sudah
berlangsung lebih dari dua tahun dan melibatkan sejumlah produsen yang memperoleh omzet hingga miliaran rupiah.
Kabid Humas Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Rochmawan mengatakan, pengungkapan ini berawal dari empat laporan polisi yang diterima Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, Polresta Bandung, dan Polres Bogor. Setelah dilakukan penyelidikan, kasus-kasus tersebut kemudian dinaikkan ke tahap penyidikan.
“Seluruh jajaran Satgas Pangan Polda Jabar dan satuan wilayah jajaran telah melakukan penindakan di 11 (sebelas) lokasi. Kami telah meningkatkan empat perkara menjadi penyidikan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka,” kata Hendra di Mapolda Jabar di Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung pada Rabu 6 Agustus 2025.
Di tempat yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Komisaris Besar Wirdhanto Hadicaksono menambahkan, sedikitnya ada enam modus operandi yang ditemukan dalam kasus ini.
Satgas Pangan Polda Jabar mengungkapkan dari enam modus tersebut salah satunya adalah menjual beras premium yang tak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI ini tercantum dalam No. 6128:2020 tentang beras premium.
Modus lainnya termasuk menjual beras kualitas medium dengan harga beras premium. Selanjutnya, pelaku melakukan repacking atau pengemasan ulang beras medium menjadi beras premium. “Beberapa pelaku juga membeli gabah dengan harga Rp 7.000 per kilogram, memproduksi menjadi beras kualitas medium, dan kemudian menjualnya dengan kemasan beras premium. Praktik-praktik ini merugikan konsumen dan menurunkan kualitas pangan yang beredar di masyarakat,” katanya menjelaskan.
Satgas Pangan Polda Jabar pun kata Wirdhanto menemukan sejumlah pelaku yang terlibat dalam peredaran beras yang tidak sesuai dengan standar mutu di wilayah hukum Polda Jabar.
“Temuan pertama terjadi di Majalengka, saat CV Sri Unggul Keandra memproduksi beras premium dengan merek “Si Putih” yang tidak memenuhi SNI. Selama empat tahun, mereka berhasil memproduksi sekitar 36 ton beras, dengan omzet mencapai Rp 468 juta,” katanya.
Di Cianjur, PB Berkah ditemukan memproduksi beras dengan merek “Slyp Pandanwangi BR Cianjur”. Namun isinya adalah beras jenis Cintanur, bukan beras pandan wangi seperti yang tercantum di label. Selama empat tahun, produksi ini mencapai 192 ton, dengan omzet Rp 2,976 miliar.
Di wilayah Polresta Bandung, ditemukan peredaran 8 merk beras yang tidak memenuhi kualitas premium atau medium. “Pelaku mengemas beras medium dngan label premium dan menjualnya dengan harga beras premium. Total produksi yang terungkap mencapai 770 ton dengan omzet sekitar Rp 7 miliar,” katanya.
Sementara itu, di Kabupaten Bogor, Satreskrim Polres Bogor menemukan praktik repacking beras medium menjadi beras premium. “Beras yang diduga berasal dari Bulog ini diubah labelnya menjadi beras premium dan dijual kembali ke masyarakat. Sejak 2021, omzet yang diperoleh dari kegiatan ini mencapai Rp 1,4 miliar,” katanya.
Tindak tegas
Kombes Pol Wirdhanto menegaskan, Polda Jawa Barat akan menindak tegas pelaku usaha yang terlibat dalam peredaran produk pangan tidak sesuai standar.
“Kami akan terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan produk pangan yang beredar di masyarakat memenuhi standar mutu dan aman dikonsumsi,” ujarnya.
Ia mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam membeli beras. “Harus lebih teliti dalam memilih produk, khususnya beras, agar tidak tertipu dengan klaim yang tidak sesuai dengan kenyataan. Jika menemukan produk yang mencurigakan, segera lapor kepada pihak berwenang,” tuturnya.
Dalam pengungkapan ini, petugas menyita berbagai barang bukti, di antaranya beras dengan berbagai merek dan ukuran, mesin jahit karung, timbangan digital, serta sejumlah beras yang telah melalui proses repacking. Sebanyak 12 merk beras yang ditemukan tak sesuai standar mutu juga akan ditarik dari pasaran.
Sementara para pelaku usaha yang terlibat ini melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan terancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp 2 miliar.***
