jateng.
, SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah
Ahmad Luthfi
menanggapi polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati yang memicu protes warga.
Dia menyatakan kebijakan
pajak
tidak boleh membebani masyarakat dan meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati segera membuka dialog terbuka untuk mengevaluasi keputusan tersebut.
“Kami harus membuka kran komunikasi dan ini sudah saya sampaikan kepada Bupati Pati agar berkomunikasi langsung dengan masyarakat terkait keluhan publik. Ini penting untuk menjaga kondusivitas,” ujar Luthfi, Kamis (7/8).
Terkait substansi kebijakan, Luthfi menyebut prinsip utama dalam penyesuaian PBB-P2 adalah mempertimbangkan kemampuan daerah dan tidak memberatkan rakyat.
Kenaikan hingga 250 persen, menurutnya, harus dikaji ulang secara komprehensif.
“Prinsipnya disesuaikan dengan kemampuan daerah dan tidak boleh membebani masyarakat. Karena itu, saya perintahkan agar dilakukan evaluasi dan kajian mendalam,” ujarnya.
Jika hasil evaluasi menunjukkan kenaikan tidak wajar, dia menyarankan agar PBB-P2 tersebut segera diturunkan.
Menurutnya, langkah korektif harus dilakukan cepat dan disertai sosialisasi yang masif agar masyarakat memahami maksud kebijakan.
“Kalau perlu diturunkan, maka segera saja, jangan berlama-lama. Sosialisasikan secara masif agar masyarakat tahu bahwa ini semua dari, oleh dan untuk masyarakat,” kata Luthfi.
Ahmad Luthfi juga mendorong agar
Pemkab Pati
melibatkan pihak ketiga dalam proses kajian kenaikan pajak, sebagai bentuk transparansi dan objektivitas.
Hasil kajian tersebut dapat dikirimkan ke pemerintah provinsi untuk ditindaklanjuti.
“Ajukan permohonan ke pihak ketiga untuk membuat kajian, kirim ke provinsi, nanti kami nilai apakah kenaikan ini wajar atau tidak,” ujarnya.
Luthfi mengakui polemik ini muncul akibat minimnya sosialisasi dan komunikasi yang terbuka kepada publik. Dia kembali menekankan pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat dan tidak mengabaikan aspirasi warga.
“Prinsip yang paling utama adalah jangan sampai kebijakan ini membahayakan masyarakat karena tujuannya untuk kepentingan masyarakat juga,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan isu ini telah menjadi perhatian luas, sehingga perlu langkah cepat untuk meredam gejolak agar tidak berkembang menjadi aksi-aksi yang berpotensi mengganggu ketertiban.
“Ini sudah menjadi
trending topic
. Kasihan masyarakat kalau sampai dirugikan. Jangan sampai demo-demo yang justru merugikan persatuan dan kesatuan, khususnya di Pati dan umumnya di Jawa Tengah,” ujarnya.
Sebagai solusi, Luthfi menyarankan agar Bupati Pati Sudewo menggandeng tokoh masyarakat, elemen sipil dan berbagai pihak dalam proses dialog dan sosialisasi kebijakan pajak.
“Saya sarankan untuk segera diturunkan (PBB-P2, red), tidak perlu (menunggu, red). Coba
brainstorming
antara Pemkab Pati dengan masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, video Bupati Pati Sudewo menantang masyarakatnya yang tak sepakat dengan kenaikan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) menjadi 250 persen viral di media sosial (medsos).
Video Bupati Pati Sudewo menantang masyarakatnya yang tak sepakat dengan kenaikan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) menjadi 250 persen viral di media sosial (medsos).
“Siapa yang melakukan aksi penolakan, Yayak Gundul, silakan lakukan. Jangankan 5.000 orang, 50.000 orang saja suruh mengerahkan, saya tidak akan gentar, tidak akan merubah keputusan,” kata Sudewo.
Lontaran kader Gerindra tersebut direspons dengan aksi penolakan yang dilakukan massa aksi yang tergabung dalam Masyarakat Pati Bersatu.
Mereka menggelar penggalangan donasi untuk dikumpulkan sebagai logistik aksi demo besar-besaran menolak kenaikan PBB-P2 naik 250 persen pada Rabu (13/8).
Namun, aksi mereka tak lancar karena ada penindakan dari petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pati. Massa aksi dan petugas saling adu mulut pada Selasa (5/8).
Sejumlah donasi dari warga berupa uang yang dimasukkan ke kardus-kardus, termasuk air mineral berkarton-karton diangkut petugas Satpol PP.
Video ketegangan massa dengan petugas Satpol PP pun viral di media medsos.
(wsn/jpnn)
