Di balik sosok diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arya Daru Pangayunan yang dikenal tenang dan penuh rencana, tersimpan kisah kompleks yang baru terungkap usai kepergiannya.
Rencana pribadi yang disusunnya secara diam-diam ternyata sangat berbeda dengan temuan hasil pemeriksaan psikologi forensik, sebuah perbedaan mencolok yang mengundang perhatian banyak pihak.
Pada Selasa, 8 Juli 2025, Daru ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di kamar 105, kos Gondia International Guesthouse, Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat.
Kondisinya saat ditemukan cukup mengejutkan: kepala terlilit lakban kuning.
Namun, penyelidikan polisi menyatakan tidak ada indikasi keterlibatan pihak lain dalam kematiannya.
Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), Nathanael E. J. Sumampouw, mengungkapkan bahwa Daru diduga mengalami burnout di penghujung hidupnya.
Kondisi ini, menurut Nathanael, adalah bentuk kelelahan menyeluruh, baik fisik, emosional, maupun mental, akibat tekanan yang berlangsung terus-menerus.
Temuan ini diperkuat oleh jejak digital yang ditemukan Tim Digital Forensik Polri, yang mencatat bahwa Daru pernah melakukan konsultasi kesehatan mental pada dua kesempatan, yakni tahun 2013 dan 2021, melalui sebuah lembaga amal.
“Tekanan dihayati secara mendalam sehingga mempengaruhi bagaimana almarhum memandang dirinya, memandang lingkungan. Bagaimana almarhum memandang lingkungan, memandang masa depan,” ujar Nathanael.
Sosok Nathanael sendiri merupakan akademisi dan psikolog forensik terkemuka.
Ia adalah dosen tetap di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (FPsi-UI) yang menempuh pendidikan master di bidang Psychology & Law di Belanda serta meraih gelar doktor di Maastricht University dalam bidang Psikologi Forensik.
Merujuk riwayat psikologis Daru, Nathanael menyebut bahwa beban tugas sebagai diplomat sangat berkontribusi pada kondisi kejiwaan almarhum.
Sebagai diplomat, Daru memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi WNI di luar negeri, terutama dalam situasi krisis.
“Masa akhir kehidupannya sebagai diplomat almarhum bertugas melindungi WNI (warga negara Indonesia), pekerjaan kemanusiaan, memikul berbagai tanggung jawab, menjalankan tugas profesional sekaligus peran humanistik sebagai pelindung, rescuer bagi WNI yang terjebak situasi krisis,” katanya.
“Ini menimbulkan dampak seperti burnout, fatigue, kelelahan kepedulian. Dinamika psikologi itu kami temukan di masa akhir kehidupannya,” lanjut Nathanael.
Namun, sisi lain dari kehidupan Daru menunjukkan hal yang kontras.
Ia tengah mempersiapkan penugasan baru sebagai diplomat di Finlandia, yang dijadwalkan berlangsung pada akhir Juli 2025.
Ia bahkan sudah mulai mengemas barang-barang, menjual mobil pribadinya, dan merancang berbagai aktivitas di negara tujuan.
Salah satu rencananya yang cukup personal diungkap oleh kakak iparnya, Meta Bagus.
Ia menyebut bahwa Daru memiliki niat untuk membuat SIM khusus mobil reli saat sudah berada di Finlandia.
“Almarhum pernah cerita ke saya, saya baru ingat, itu kepindahan beliau itu tuh salah satunya itu ketika sudah sampai di Finland itu dia kepengin punya SIM rally, SIM nyetir mobil rally,” ujar Meta.
Daru memang dikenal sebagai pecinta otomotif.
Akun media sosialnya dipenuhi unggahan terkait kendaraan dan hobinya tersebut. Meta pun sempat tertawa mendengar rencana itu kala pertama kali mendengarnya, tak menyangka bahwa di balik kelelahan Daru, masih ada semangat dan antusiasme.
Meta percaya bahwa rencana-rencana itu menjadi bukti bahwa Daru memiliki harapan dan optimisme terhadap masa depan.
“Tapi saat ditanyakn oleh jenengan itu menunjukan bahwa ini kan optimis yah anaknya. Sampai sudah memikirkan pengin punya SIM rally, nanti pengin lihat aurora bersama keluarga, sudah mulai merancang liburannya kapan,” katanya.
“Dan itu juga istilahnya bukan begitu pindah langsung mau ke sana, gak. Itu nanti ya tahun ke depan ke sini yah, gitu, nanti lihat awalnya yah,” tambahnya.
Pernyataan keluarga, yang masih sulit menerima kematian Daru sebagai murni non-kriminal, ditanggapi dengan bijak oleh pihak kepolisian.
Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, menegaskan bahwa pihaknya menghormati respons keluarga.
“Begini ya, kami menghormati apa yang menjadi apa yang disampaikan pihak keluarga ADP (Arya Daru Pangayunan), silakan. Kemarin Direktorat Kriminal Umum juga menyampaikan bahwa hingga saat kemarin sudah disimpulkan bahwa bukan suatu perbuatan pidana dan tidak ada keterlibatan orang lain dalam kejadian tersebut,” ungkapnya.
Meski begitu, Reonald membuka peluang bila di kemudian hari muncul informasi baru.
“Tidak menutup kesempatan informasi atau apapun yang masukan diberikan pihak penyelidik, ya silakan, nanti akan ditindaklanjuti. Apakah informasi tersebut valid atau tidak sehingga bisa sesuai dengan apa yang disampaikan itu,” katanya.
Kisah Arya Daru Pangayunan menjadi refleksi tentang bagaimana tekanan yang tak terlihat bisa berdampingan dengan harapan yang terang.
Di tengah persiapan menuju penugasan baru, burnout yang ia pendam dalam diam justru menuntun pada akhir tragis yang tak pernah diduga oleh orang-orang terdekatnya.
(TribunNewsmaker/
TribunBogor
)
