Skip to content
Lingkar Peristiwa
Menu
  • Beranda
  • Berita
  • Daerah
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Gaya Hidup
  • Sport
  • Dunia
Menu

Alokasi APBD untuk SMA Swasta Siger Bisa Picu Masalah Hukum

Posted on Agustus 21, 2025


PESAWARAN INSIDE

– Alokasi anggaran operasional SMA Swasta Siger yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemkot Bandar Lampung berpotensi menimbulkan masalah hukum serius. Penggunaan dana publik ini dapat menimbulkan indikasi pidana korupsi bagi pihak-pihak yang menerima atau mengelola anggaran tersebut, mengingat Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, telah membuat Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 7 Tahun 2022 yang mengatur secara tegas tata kelola hibah daerah dan alokasi dana publik.

Pakar hukum, Hendri Adriansyah SH, MH, menekankan pentingnya kehati-hatian dan kecermatan semua pihak dalam meninjau peraturan tersebut. Ia mengingatkan agar masyarakat, pemerintah, dan DPRD Bandar Lampung menelaah Perwali Nomor 7 Tahun 2022 yang telah tersedia di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK, sebelum mengambil langkah alokasi dana. “Coba kita cek Perwali Nomor 7 Tahun 2022, belum ada undang-undang yang mengatur Bosda secara spesifik. Sampai di situ dulu,” tegasnya pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Menurut Hendri, Pemkot dan DPRD tidak bisa secara otomatis menyalurkan APBD untuk dana hibah SMA Swasta Siger, apalagi dilakukan berulang kali dan selama bertahun-tahun tanpa adanya payung hukum yang jelas sesuai turunan undang-undang. Ia menegaskan bahwa harus ada regulasi baru yang sah agar penggunaan anggaran tidak menimbulkan risiko pidana bagi penerima dan pengelola dana. “Kalau sekolah Siger berbentuk hibah dari kas daerah dan dilakukan terus-menerus tanpa regulasi hukum, maka pengalihan penggunaan anggaran bisa dikategorikan sebagai korupsi. Unsur-unsur korupsi itu harus memenuhi kondisi memperkaya diri sendiri atau orang lain serta merugikan keuangan negara,” ujarnya.

Permasalahan bertambah pelik ketika melihat siapa pengguna dana. Pihak yang bisa terdampak hukum adalah kepala sekolah atau ketua yayasan, karena status yayasan dan sekolah masih belum mendapatkan pengesahan resmi dari Disdikbud Provinsi Lampung dan belum tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Tanpa legalitas yang jelas, aliran dana publik menjadi sangat rawan dan bisa menimbulkan kerugian negara.

Salah satu pasal dalam Perwali yang menjadi sorotan adalah pasal 4 (1) yang berbunyi: “Belanja hibah diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, BUMN, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hendri menilai Wali Kota Eva Dwiana, meski pengesah perwali, tampaknya tidak memahami secara penuh ketentuan ini karena belanja hibah tidak diperuntukkan langsung ke yayasan atau sekolah yang belum berbadan hukum.

Hendri mengimbau DPRD Bandar Lampung untuk lebih detail dan cermat dalam mengkaji persoalan anggaran SMA Swasta Siger. Ia menekankan agar payung hukum baru dibuat sebelum mengalokasikan dana, agar tidak ada pihak yang menjadi korban indikasi pidana hanya karena menjalankan perintah. “Harus ada regulasi baru sesuai turunan undang-undang, agar anggaran itu nantinya sah secara hukum dan benar-benar bermanfaat bagi warga pra-sejahtera,” jelasnya.

Namun, penyusunan regulasi baru juga bukan perkara mudah. Jika regulasi dikeluarkan, maka sekolah swasta lain juga akan menuntut hak yang sama untuk menerima dana hibah. Hal ini berpotensi menimbulkan kompleksitas tambahan dalam pengelolaan anggaran publik. Persoalan SMA Swasta Siger semakin pelik, mengingat sebelumnya ada sejumlah regulasi yang telah tercederai, dan sekarang regulasi baru yang dibuat justru dilanggar oleh pembuatnya sendiri. Selain itu, ada indikasi pelanggaran terkait peraturan perundang-undangan tentang Bosda yang semakin menambah risiko hukum bagi pengelola anggaran.

Kasus ini menjadi peringatan penting mengenai tata kelola anggaran publik, pentingnya kepatuhan terhadap regulasi, serta risiko hukum bagi pihak yang mengelola dana publik tanpa legalitas yang jelas. Pengawasan yang ketat dan payung hukum yang jelas menjadi kunci untuk mencegah potensi korupsi dan memastikan anggaran benar-benar digunakan untuk kepentingan pendidikan masyarakat.***

Post Views: 22

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pos-pos Terbaru

  • Antisipasi Pengoplosan BBM, Polres Tuban dan Diskopumdag Cek Tangki hingga Sampel Pertalite
  • Polres Tuban Kukuhkan Duta Pelajar Kamtibmas, Dorong Generasi Muda Jadi Pelopor Disiplin dan Keselamatan
  • Polres Tuban Gagalkan Aksi Konvoi 40 Remaja, Amankan 18 Motor
  • Apel Kebangsaan: Polres Tuban dan Buruh Bersatu Wujudkan Tuban Aman dan Sejahtera
  • Transformasi Pelayanan Publik: Polres Tuban Resmikan Struktur Perwira Samapta (Pamapta)

“Berita Tanpa Drama, Hanya Fakta Sebenarnya”

🎙️ Karena publik butuh kebenaran, bukan sensasi. 📰 Kami hadir membawa berita, bukan cerita.

©2025 Lingkar Peristiwa | Design: Newspaperly WordPress Theme